Pendahuluan
Sejak Joko Widodo (Jokowi) mengakhiri masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada Oktober 2024, ketegangan politik yang melibatkan mantan presiden ini dan partai yang membesarkannya, PDI Perjuangan, semakin memanas.
Hubungan antara Jokowi dan PDI Perjuangan yang sempat erat kini semakin renggang setelah Jokowi mengambil posisi berbeda dalam Pilpres 2024. Keputusan Jokowi untuk mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang bertentangan dengan pilihan partainya, menjadi pemicu utama dari pecahnya hubungan ini.
Namun, perpecahan ini belum berakhir. Pada April 2025, Jokowi kembali menarik perhatian publik setelah diutus oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan. Langkah ini kembali menimbulkan gelombang kritik dari PDI Perjuangan. Banyak yang mempertanyakan mengapa Jokowi yang diutus, mengingat ia sudah tidak lagi menjadi bagian dari partai tersebut.
PDI Perjuangan dan Jokowi: Dari Dukungan ke Pemecatan
PDI Perjuangan, sebagai partai yang mengusung Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019, memiliki peran besar dalam keberhasilan karir politiknya. Namun, sejak Jokowi mengakhiri jabatannya sebagai Presiden, hubungan antara keduanya mulai mengendur. Keputusan Jokowi untuk mendukung pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 yang mengusung calon presiden dari luar partai, memicu ketegangan internal di PDI Perjuangan.
Partai ini merasa bahwa Jokowi telah berpaling dari semangat perjuangan partai, mengingat dukungan Jokowi kepada calon yang berseberangan dengan pilihan PDI Perjuangan.
Pada Desember 2024, PDI Perjuangan memutuskan untuk memecat Jokowi dan keluarganya dari keanggotaan partai.
Keputusan ini semakin memperlihatkan perbedaan ideologi antara Jokowi dan PDI Perjuangan, yang pada dasarnya berusaha untuk menjaga dominasi politik mereka di Indonesia.
Pemecatan ini menandai berakhirnya kemitraan yang telah terjalin selama lebih dari satu dekade, dan memberikan dampak besar pada lanskap politik Indonesia yang telah dikuasai oleh PDI Perjuangan.
Kritik Terhadap Keputusan Prabowo Mengutus Jokowi ke Vatikan
Setelah kemenangan Prabowo Subianto pada Pilpres 2024, hubungan antara Jokowi dan Prabowo yang dulunya penuh persaingan, mulai menunjukkan tanda-tanda rekonsiliasi.
Salah satu langkah yang mencuri perhatian adalah ketika Prabowo mengutus Jokowi untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, menggantikan kehadiran Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang sebelumnya diperkirakan akan berangkat.
Keputusan ini langsung menuai kritik tajam dari PDI Perjuangan, yang mempertanyakan apakah ini langkah yang tepat mengingat Jokowi telah diputuskan sebagai mantan kader PDI Perjuangan.
Aria Bima, salah satu politisi senior PDI Perjuangan, bahkan menyuarakan kekecewaannya terhadap keputusan Prabowo yang mengutus Jokowi. Ia mempertanyakan alasan mengapa Jokowi yang dipilih dan bukan Gibran, yang secara resmi menjabat sebagai Wakil Presiden.
Hal ini mencerminkan ketegangan internal dalam dunia politik Indonesia, di mana setiap langkah Jokowi selalu mendapat sorotan tajam dari PDI Perjuangan, yang merasa posisi mereka terancam oleh kebijakan yang diambil oleh Jokowi dan rekonsiliasi dengan Prabowo.
Peran Jokowi dalam Politik Indonesia Pasca-Pemecatan
Meskipun Jokowi telah meninggalkan PDI Perjuangan, pengaruhnya dalam politik Indonesia masih sangat besar.
Keputusan Prabowo untuk mengutus Jokowi ke Vatikan, meskipun menuai kritik, menunjukkan bahwa Jokowi masih dianggap sebagai figur penting dalam politik Indonesia.
Meskipun tidak lagi berada dalam jangkauan PDI Perjuangan, Jokowi masih memiliki pengaruh yang signifikan di kalangan rakyat Indonesia.
Hal ini terbukti dari popularitasnya yang tetap tinggi, meskipun ada ketegangan dengan partai lamanya.
Jokowi, sebagai mantan presiden, tidak hanya memiliki pengaruh politik, tetapi juga memiliki akses internasional yang kuat.
Keikutsertaannya dalam acara internasional, seperti pemakaman Paus Fransiskus, mengingatkan publik bahwa ia masih merupakan aktor penting dalam diplomasi Indonesia.
Keputusan Prabowo untuk mengutus Jokowi ke Vatikan, meski mengundang kritik, bisa jadi merupakan langkah strategis untuk memperkuat hubungan internasional Indonesia, mengingat reputasi dan jaringan yang dimiliki Jokowi di luar negeri.
Blunder Diplomatik atau Strategi Cerdik Prabowo?
Dari sudut pandang politik, langkah Prabowo untuk mengutus Jokowi ke Vatikan bisa dilihat sebagai blunder diplomatik atau justru sebagai strategi politik yang cerdik.
Beberapa pengamat politik menyarankan bahwa Prabowo, dengan mendekati Jokowi, bisa saja mengharapkan dukungan politik atau mendapatkan keuntungan dari pengaruh Jokowi yang masih besar. Sebaliknya, kritik dari PDI Perjuangan menunjukkan bahwa langkah ini membuka celah baru bagi ketegangan antara partai-partai besar di Indonesia.
Apapun motivasi di balik keputusan tersebut, langkah Prabowo menggambarkan betapa dinamisnya politik Indonesia, di mana persaingan dan rekonsiliasi antara tokoh-tokoh besar selalu membawa konsekuensi besar.
Kesimpulan
Ketegangan antara Jokowi dan PDI Perjuangan pasca-Pemilu 2024 mencerminkan perubahan besar dalam peta politik Indonesia. Jokowi yang telah meninggalkan PDI Perjuangan tetap menjadi sosok yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Dengan langkah Prabowo mengutusnya ke Vatikan, terlihat bahwa Jokowi masih memiliki pengaruh politik yang besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Namun, keputusan ini juga membawa tantangan baru, baik bagi Prabowo, PDI Perjuangan, maupun untuk Jokowi sendiri. Bagaimanapun juga, Jokowi tetap menjadi salah satu aktor kunci dalam politik Indonesia yang akan terus mempermainkan peranannya dalam beberapa tahun mendatang. (Hans)