Manado, SULUTVIRAL.COM – Dalam beberapa minggu terakhir, kasus pengembangan Anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Sulawesi Utara mencuri perhatian publik dan media. Tidak hanya karena dugaan korupsi yang melibatkannya, tetapi juga karena sosok yang disebut-sebut berada di balik skandal ini: seorang pengusaha besar, sahabat Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, dengan inisial WETE, alias Welly atau Willy. Kasus yang telah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, KPK, dan Jampidsus Kejagung ini, membuka tabir tentang praktik korupsi yang diduga melibatkan jaringan luas, termasuk pejabat tinggi di Sulawesi Utara.
WETE dikenal sebagai pengusaha beras yang sukses, namun investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa ia memiliki peran jauh lebih besar dan lebih gelap dalam ekonomi politik lokal. Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya, WETE tidak hanya menyediakan beras untuk kebutuhan event politik pejabat berkuasa tapi juga disebut-sebut sebagai mafia proyek terbesar di Sulawesi Utara. Dugaan ini diperkuat dengan bukti bahwa WETE sering kali mendapatkan proyek pemerintah tanpa proses tender yang transparan, memaksa peserta lain untuk mundur dari persaingan—entah itu dengan suka rela atau karena tekanan.
Lebih jauh, kedekatan WETE dengan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, menjadi sorotan. Kedua tokoh ini disebut-sebut sering melakukan perjalanan ke luar negeri bersama, detail yang bisa diverifikasi melalui catatan imigrasi. Kedekatan ini menimbulkan pertanyaan tentang potensi konflik kepentingan dan nepotisme dalam pemberian proyek pemerintah.
KPK telah mengindikasikan bahwa mereka telah melacak aktivitas WETE dalam beberapa proyek pemerintah bermasalah di Sulawesi Utara, termasuk proyek sistem informasi manajemen rumah sakit (SiMRS), pembangunan beberapa rumah sakit, dan infrastruktur lainnya. Keterlibatan WETE dalam politik, terutama melalui donasi kepada calon dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), menjadi indikasi kuat adanya praktik balas budi dalam bentuk pemberian proyek.
Skandal Anjungan TMII yang sekarang menjadi sorotan hanyalah satu dari sekian banyak proyek yang diduga melibatkan praktik korupsi. Dengan anggaran yang terus membengkak—dari hampir 100 miliar pada tahun 2020 hingga permintaan tambahan puluhan miliar di tahun berikutnya—proyek ini menjadi simbol dari ketidakberesan manajemen proyek di Sulawesi Utara. Investigasi lapangan oleh anggota DPRD dari Partai NasDem, Stella Runtuwene, mengungkapkan banyak aspek proyek yang tidak sesuai dengan rencana, menandakan adanya ketidaksesuaian antara dana yang dikeluarkan dan hasil yang dicapai.
Usaha untuk mendapatkan klarifikasi dari WETE melalui kontak 0811XX2475 yang tersedia belum membuahkan hasil, meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Kondisi ini menegaskan kebutuhan akan intervensi langsung dari Presiden Joko Widodo dan dukungan penuh kepada KPK untuk membongkar praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat Sulawesi Utara.
Dengan bukti yang semakin menguat, harapan publik kini tertuju pada pemerintah pusat dan lembaga anti-korupsi untuk tidak hanya mengungkap kasus Anjungan TMII, tetapi juga membongkar jaringan mafia proyek yang lebih luas yang diduga melibatkan WETE. Langkah ini tidak hanya akan menyelamatkan anggaran negara yang berpotensi terbuang sia-sia, tetapi juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap integritas dan transparansi pengelolaan proyek di Indonesia. (*)