SULUTVIRAL.COM – Media asing, seperti The Economist, telah menyoroti Presiden Indonesia Joko Widodo, atau Jokowi, dan masa depan negara setelah dia meninggalkan jabatan presiden. Mereka menilai Jokowi sebagai seorang pemimpin global yang berperan penting dalam forum internasional, seperti menjadi tuan rumah KTT ASEAN dan mengadakan kesepakatan ekonomi di Afrika.
Di dalam negeri, Jokowi dianggap sebagai pemimpin yang disukai karena gayanya yang lembut dan sederhana. Tingkat persetujuan publik terhadapnya sangat tinggi, hampir mencapai 80%, sehingga hanya sedikit pemimpin lain yang bisa menyamainya, seperti Narendra Modi dari India.
Namun, walaupun Jokowi populer, banyak spekulasi tentang warisan yang akan dia tinggalkan dan siapa yang akan menggantikannya setelah dia mengundurkan diri tahun depan. Jokowi, yang awalnya seorang tukang kayu dari latar belakang yang sederhana, telah mengubah politik Indonesia dengan cara yang unik, termasuk memanfaatkan media sosial dan fokus pada pertumbuhan ekonomi.
Tetapi ada tiga pertanyaan besar tentang masa depan Indonesia: apakah ekonominya akan terus tumbuh, apakah pemimpin penggantinya akan melanjutkan kebijakan Jokowi, dan apakah Indonesia dapat mempertahankan peran pentingnya di dunia yang penuh dengan konflik.
Rekor Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi dianggap baik. Menurut laporan The Economist, sejak dia menjadi presiden pada tahun 2014, Indonesia telah mencatat pertumbuhan ekonomi tercepat kelima di antara 30 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu meningkat sebesar 43% secara total sejak saat itu. Bahkan, perkiraan dari IMF menunjukkan bahwa pertumbuhan ini mungkin akan berlanjut.
Keberhasilan ini sebagian besar disebabkan oleh upaya besar-besaran dalam membangun infrastruktur. Indonesia adalah negara yang terdiri dari lebih dari 13.000 pulau, dan banyak di antaranya tidak memiliki fasilitas dasar. Jokowi telah membangun bandara, pelabuhan, pembangkit listrik, bendungan, serta ribuan kilometer jalan raya dan jalur kereta api. Dia juga menggunakan popularitasnya untuk mendapatkan dukungan dari partai politik, perusahaan milik negara, dan tokoh-tokoh berpengaruh di negaranya.
IKN
The Economist juga menyoroti proyek ibu kota baru (IKN) yang merupakan salah satu fokus utama Jokowi saat ini. Proyek ini terletak di hutan Kalimantan dan menjadi contoh strategi Jokowi. Namun, ada kekhawatiran apakah proyek ini akan berhasil mengingat adanya ketidakpastian terkait pemilihan umum.
Jokowi berpendapat bahwa proyek ini penting karena sebagian besar wilayah Jakarta, yang saat ini menjadi ibu kota, diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050.
Namun, ada kritikus yang menyatakan bahwa proyek ini senilai US$34 miliar dan dijadwalkan selesai pada tahun 2045 mungkin tidak realistis. Pemerintah mengatakan mereka akan mendanai 20% dari biaya proyek, sementara sisanya akan dibiayai oleh investor, baik dari dalam maupun luar negeri.
Namun, setelah lebih dari empat tahun sejak pengumuman proyek ini, belum ada investor asing yang menandatangani kontrak yang mengikat untuk mendanai pembangunan ibu kota baru tersebut.
China dan AS
Jokowi sebenarnya beruntung karena berhasil menarik investasi asing yang besar untuk mendukung proyek-proyek di Indonesia. Pada tahun 2022, investasi asing langsung meningkat tajam menjadi US$45 miliar, naik sebanyak 44% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian besar investasi ini berasal dari China.
Investasi tersebut terutama masuk ke sektor pertambangan dan pengolahan nikel, yang merupakan cadangan logam terbesar di dunia dan sangat penting untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Pada tahun 2014, Indonesia melarang ekspor nikel yang belum diolah, sehingga perusahaan pertambangan asing, terutama dari China, membangun fasilitas pengolahan besar di Indonesia. Ini telah mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru, meskipun ada konsekuensi bagi lingkungan.
Indonesia telah meningkatkan ekspor produk nikelnya dengan nilai lebih dari US$30 miliar pada tahun terakhir, yang merupakan 10% dari total ekspor dan sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan tahun 2013.
Namun, kekhawatiran muncul karena Indonesia menjadi terlalu bergantung pada China, yang kemudian membatasi kemampuan Indonesia untuk melakukan tindakan politik terkait isu-isu geopolitik. Meskipun Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, pemerintahnya cenderung tidak mengkritik China terkait perlakuan terhadap warga Uighur, kelompok etnis Muslim dari Xinjiang, China, karena khawatir akan dampaknya terhadap hubungan ekonomi.
Selain itu, hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat juga menjadi sorotan. Karena Indonesia terlalu dekat dengan China, sulit bagi Jokowi untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang diinginkan dengan Amerika Serikat. Indonesia berharap dapat menjual nikelnya dengan harga lebih murah di Amerika Serikat dan tidak terlalu bergantung pada China. Namun, pemerintah Amerika Serikat khawatir tentang dominasi China dalam industri nikel di Indonesia, sehingga kesepakatan perdagangan menjadi sulit untuk dicapai.
Para Capres Baru: Prabowo, Ganjar, Anies
The Economist mencantumkan beberapa calon yang mungkin menggantikan Jokowi sebagai Presiden Indonesia. Pertama adalah Prabowo, yang sebelumnya kalah dua kali dalam pemilihan presiden melawan Jokowi. Prabowo pernah dituduh terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Timor-Leste pada tahun 1980-an, meskipun dia membantahnya. Dia menekankan nasionalisme, mendukung produksi pangan dalam negeri, dan mengkritik sistem pemilihan presiden langsung di Indonesia.
Kemudian ada Ganjar Pranowo, yang mendapat perhatian setelah ia menunjuk Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Arsjad Rasjid, sebagai ketua kampanyenya. Ini menunjukkan bahwa Ganjar mungkin lebih serius dalam hal reformasi ekonomi dibandingkan Prabowo.
Kandidat ketiga yang mungkin adalah Anies Baswedan, mantan gubernur Jakarta dan mantan menteri pendidikan di pemerintahan Jokowi. Meskipun perolehan suaranya jauh di bawah Ganjar dan Prabowo, dia dianggap sebagai underdog. Dia sebelumnya kalah dalam putaran pertama pemilihan gubernur Jakarta pada tahun 2017 tetapi kemudian menang dalam putaran kedua dengan dukungan pemilih Islam konservatif.
The Economist juga mencatat bahwa kebijakan para calon ini mungkin akan mempertahankan sebagian besar kebijakan Jokowi, termasuk larangan ekspor bahan mentah dan pembangunan ibu kota baru.
Namun, mereka juga mengingatkan bahwa meskipun Jokowi memberikan dukungan kepada calon tertentu, tidak ada jaminan bahwa pemenang pemilu akan tetap mempertahankan semua kebijakan Jokowi. Pemilihan di Indonesia seringkali lebih dipengaruhi oleh kepribadian calon daripada kebijakan yang diusung.