Manado, SW – Jagat maya Sulawesi Utara (Sulut) mendadak riuh. Bukan karena harga rica naik, tapi karena poster Pesta Rakyat 2 yang beredar luas di media sosial.
Acara besar yang dijadwalkan digelar pada 8 November 2025 di Kawasan Pohon Kasih, Manado itu menampilkan sederet bintang nasional, mulai dari Judika hingga Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Namun, yang membuat publik ramai bukan soal siapa yang tampil, melainkan siapa yang tidak: wajah Gubernur Sulut absen dari poster.
Unggahan satir bertajuk “Pesta Rakyat Tanpa Gubernur, Meriahkah?” yang dipublikasikan salah satu portal lokal, langsung meledak di dunia maya.
Tapi tak butuh waktu lama sebelum warganet mengalihkan sorotan: bukan lagi ke gubernur, tapi ke pihak penyelenggara acara.
“Dapalia yang beking acara ini so nda sabar mo maju calon gubernur 2029,” tulis seorang netizen di kolom komentar yang diserbu ratusan emoji tawa.
“Makanya poster artis sampe mangkilap semua, mar nda ada wajah jendral” sambung akun lain.
Beberapa warganet bahkan mengaitkan kemeriahan Pesta Rakyat 2 dengan “pemanasan politik halus” menuju Pilgub Sulut 2029.
“Dari gaya promonya, dari siapa yang diundang, sampe narasinya, ini bukan sekadar acara hiburan, tapi ajang unjuk gigi,” tulis komentar lain yang viral di Facebook.
Baliho Pesta Rakyat, tapi Rasa Pesta Keluarga
Dugaan publik semakin menguat setelah muncul baliho besar bertajuk Pesta Rakyat 2 yang justru menampilkan foto keluarga besar Elly Engelbert Lasut, lengkap dengan sang istri baru, Melly E. Karundeng, yang dinikahinya tahun ini.
Di sisi lain, terpampang pula wajah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat, yang disebut akan hadir sebagai tamu kehormatan.
Alih-alih memberi kesan pesta rakyat yang inklusif, baliho itu justru dinilai publik sebagai “pesta keluarga yang dibungkus hiburan rakyat.”
Kritik pun mengalir deras di berbagai platform media sosial. Banyak yang menilai bahwa visual dan komposisi poster tersebut menimbulkan aroma politik dan kekeluargaan yang kental, seperti dua kepentingan yang bersatu di satu panggung.
“Ini bukan lagi pesta rakyat, tapi pesta keluarga dengan bumbu politik,” tulis seorang pengguna X (Twitter).
“Wajah rakyatnya mana? Yang ada malah silsilah keluarga,” timpal akun lainnya.
Para pengamat menilai bahwa langkah komunikasi semacam ini justru berpotensi bumerang.
Menampilkan wajah keluarga dalam acara publik bisa menimbulkan persepsi bahwa branding personal sedang dikejar, bukan pelayanan kepada masyarakat.
Om Sampel: “Awalnya Bikin Pesta Rakyat, Akhirnya Cuma Rakyat yang Jadi Penonton Baliho”
Sementara itu, pengamat media sosial humoris “Om Sampel” kembali menjadi suara publik dengan gaya santainya.
“Om Sampel nda kaget kalo ada yang so latihan mo jadi gubernur dari sekarang,” tulisnya. “Biasanya begitu: awalnya bikin acara rakyat, nanti terakhir rakyat yang jadi penonton baliho.”
Menurutnya, pesta rakyat semestinya menjadi ruang ekspresi warga, bukan panggung politik terselubung.
“Kalau mo hiburan, ya hiburan. Jangan disusupi naskah politik,” ujarnya. “Biar torang nonton Judika teriak ‘Aku yang tersakiti’ tanpa merasa torang lagi disindir.”
Ia bahkan berkelakar bahwa acara tanpa sambutan pejabat justru berpotensi lebih ramai.
“Rundown-nya pasti cepat: MC buka, artis tampil, rakyat senang, pulang dengan hati gembira. Tanpa jeda, tanpa orasi.”
Analisis Politik: Isyarat Koalisi Dini?
Kemunculan AHY di poster dan hubungan personal penyelenggara acara dengan Partai Demokrat menambah spekulasi bahwa Pesta Rakyat 2 bukan sekadar agenda budaya, melainkan strategi komunikasi politik jangka panjang.
Kehadiran tokoh nasional lintas partai sering kali digunakan untuk membangun jejaring dan memperkuat legitimasi sosial, terutama bagi figur yang tengah menata langkah menuju Pilgub.
Dalam konteks Sulawesi Utara, di mana peta politik masih didominasi oleh PDIP dan figur petahana, pendekatan lewat acara massa non-partisan seperti Pesta Rakyat menjadi cara “halus” untuk membentuk citra populis.
Namun, aroma kekeluargaan yang terlalu kental justru membuat sebagian publik menilai ada campuran antara “kepentingan rumah tangga dan rencana kekuasaan.”
Beberapa pengamat lokal menilai, bila pola ini berlanjut hingga 2026, maka Pesta Rakyat 2 bisa dicatat bukan sekadar hajatan musik, melainkan episode awal kampanye terselubung menuju Pilgub Sulut 2029. (Rolly)
“Kalau panggung hiburan mulai terasa seperti panggung politik, mungkin lampunya bukan cuma terang — tapi juga menyilaukan.” — Om Sampel






