SULUTVIRAL.COM – Mantan Jaksa Agung Indonesia yang juga memimpin misi pencari fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Myanmar, Marzuki Darusman, telah mengungkapkan dugaannya tentang perdagangan senjata ilegal yang terjadi dari Indonesia ke Myanmar. Marzuki Darusman mengklaim bahwa penjualan senjata ini mencakup berbagai jenis senjata, termasuk senapan serbu, pistol, amunisi, kendaraan tempur, dan peralatan militer lainnya. Ia telah mengajukan temuannya ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia.
Menurut Marzuki Darusman, perdagangan senjata ilegal ini kemungkinan telah berlangsung selama satu dekade terakhir, termasuk setelah terjadinya dugaan pembantaian terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar dan kudeta militer pada tahun 2021.
Marzuki Darusman merupakan salah satu dari beberapa pelapor yang menyampaikan temuan ini kepada Komnas HAM RI, bersama dengan Pemimpin Organisasi HAM Etnis Chin Za Uk Ling dan Myanmar Accountability Project, sebuah organisasi HAM internasional.
Mereka mengutip bukti dari sumber terbuka dan laporan media yang menunjukkan bahwa tiga perusahaan Indonesia telah melakukan transfer senjata dan amunisi ke Myanmar melalui True North Co Ltd, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh putra menteri junta Myanmar, Htoo Htoo Shein Oo. Htoo adalah putra dari menteri perencanaan dan keuangan junta Myanmar yang menjadi sasaran sanksi dari Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa.
Pihak yang mengajukan pengaduan ini menyoroti peran True North sebagai perusahaan swasta yang berperan dalam negosiasi antara militer Myanmar dan perusahaan senjata Indonesia. Mereka menekankan perlunya penyelidikan terkait kemungkinan praktik korupsi dalam transaksi senjata ini oleh pihak berwenang Indonesia.
Pengaduan tersebut mendesak Komnas HAM untuk melakukan penilaian, penelitian, dan investigasi lebih lanjut terhadap dugaan keterlibatan perusahaan-perusahaan Indonesia dalam perdagangan senjata ini, dan jika ada cukup bukti pelanggaran hak asasi manusia yang serius, kasus ini harus dirujuk ke pengadilan hak asasi manusia.
Komnas HAM Indonesia sedang mempelajari pengaduan tersebut, sementara Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa mereka akan menyelidiki masalah ini karena melibatkan verifikasi dengan banyak pihak.