SULUTVIRAL.COM – Tim Satgas Tindak Pidana Pertanahan Sulut telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus mafia tanah di Sulawesi Utara. Mereka adalah Boyke Takasana, Alce Takasana, dan Eduart Takasana. Mereka diduga terlibat dalam penggelapan hak atas tanah dan menguasai lahan tanpa izin dengan cara memasang baliho, mendirikan pos penjagaan, menyewakan lapak kepada pedagang, dan menjual tanah yang bukan milik mereka, terutama di bekas Pasar Tuminting.
Pengamat Hukum Sulawesi Utara, Vebry Tri Haryadi, menyatakan bahwa langkah Satgas Tindak Pidana Pertanahan Sulut seharusnya tidak hanya menetapkan tersangka kepada ketiga individu ini, tetapi juga menyelidiki peran pihak lain yang terlibat dalam pembuatan produk hukum yang digunakan untuk menguasai tanah tersebut. Dia menyoroti peran Badan Pertanahan (BPN) dan pengadilan dalam hal ini.
Vebry mempertanyakan keabsahan keputusan pengadilan yang menjadi dasar bagi ketiga tersangka dalam menguasai tanah tersebut, serta surat dari BPN tahun 1994 yang terkait dengan kasus ini. Dia berpendapat bahwa jika ada mafia tanah yang terlibat, maka instansi lain yang terlibat dalam pembuatan produk hukum tersebut juga seharusnya ditelusuri dan mungkin ditetapkan sebagai tersangka.
Vebry juga menekankan pentingnya menjelaskan kepada masyarakat apa yang dimaksud dengan “mafia tanah,” yaitu jaringan yang melakukan manipulasi, yang kemungkinan besar melibatkan berbagai instansi terkait.
Dengan tegas, Vebry meminta agar Badan Pertanahan dan Pengadilan yang diduga terlibat dalam kasus ini juga diperiksa secara menyeluruh dan mungkin ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelumnya, Kepala Kanwil ATR/BPN Sulut, Jaconias Walalayo, menjelaskan bahwa para tersangka telah menggunakan beberapa putusan pengadilan dan surat dari BPN untuk menguasai tanah, meskipun terdapat keganjalan dalam dokumen-dokumen tersebut. Mereka juga telah menyewakan dan menjual tanah yang bukan milik mereka dengan nilai yang cukup besar, meskipun tanah tersebut bukan milik mereka.