SULUTVIRAL.COM – Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menjadi anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Keanggotaan di OECD dianggap memiliki potensi manfaat besar bagi Indonesia, terutama dalam upaya meningkatkan standar kebijakan pemerintah.
Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, menjelaskan bahwa dalam pertemuan dengan OECD baru-baru ini, 38 negara anggota menyambut positif dan memberikan dukungan terhadap niat Indonesia untuk bergabung. Indonesia akan perlu melakukan harmonisasi regulasi dengan lebih dari 200 standar yang telah ditetapkan oleh OECD.
“Proses ini tidak akan mudah, dan tentu saja, melibatkan peran aktif dari berbagai pihak yang terkait,” ungkapnya.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, berpendapat bahwa saat ini adalah waktu yang sesuai bagi Indonesia untuk menyatakan keinginan bergabung dengan OECD. Namun, Indonesia masih perlu mengejar standar kebijakan tingkat negara yang ditetapkan oleh OECD sebagai tantangan utama dalam perjalanan menuju status negara maju.
Eko mengatakan, “Jika kita konsisten dalam meningkatkan standar ekonomi dan kelembagaan sesuai dengan tujuan OECD, maka perekonomian kita memiliki potensi yang baik untuk menguntungkan di masa depan.”
Meskipun demikian, Eko juga mencatat bahwa tingkat ketimpangan ekonomi, yang diukur dengan menggunakan indeks Gini, semakin meningkat di beberapa negara maju. Sebagai contoh, Amerika Serikat mengalami peningkatan dari 0,353 pada tahun 1974 menjadi 0,415 pada tahun 2019. Jepang juga memiliki indeks Gini sebesar 0,5704 pada tahun 2021.
Eko menekankan bahwa meskipun ada tantangan dalam mencapai status negara maju, menjadi negara maju masih lebih menguntungkan daripada tetap berada dalam kategori negara berkembang. Ini disebabkan oleh tingkat kesejahteraan yang lebih baik yang dapat dinikmati oleh negara maju, terutama dibandingkan dengan negara-negara miskin.
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), juga menyatakan bahwa Indonesia dapat mengambil banyak contoh dari negara-negara anggota OECD selain Amerika Serikat. Misalnya, Denmark, Swedia, Belgia, dan Finlandia telah berhasil mengurangi ketimpangan sosial dan secara bersamaan mengakselerasi penurunan emisi karbon melalui penerapan pajak tinggi untuk orang kaya.
Bhima menyatakan bahwa Indonesia perlu melakukan liberalisasi undang-undang (UU) sebagai salah satu persyaratan untuk menjadi anggota OECD. Ini terutama berlaku untuk regulasi UU terkait perizinan, persaingan usaha, dan perdagangan. Namun, ia juga menyuarakan kekhawatiran bahwa liberalisasi tersebut mungkin dapat memiliki dampak negatif.
Dia menjelaskan, “Karena Undang-Undang tentang Cipta Kerja sudah memiliki aspek liberal, bergabung dengan OECD akan semakin membuka pintu perdagangan Indonesia dan dapat mengurangi perlindungan untuk usaha lokal.”
Di sisi positifnya, keanggotaan dalam OECD juga akan memaksa Indonesia untuk meningkatkan penegakan hukum, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi dan penghindaran pajak lintas negara. Selain itu, Indonesia akan diminta untuk mengintensifkan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan mempercepat peralihan ke energi yang lebih berkelanjutan.