SULUTVIRAL.COM – Pada zaman Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, Indonesia menjadi contoh yang diikuti oleh banyak negara dalam mengelola pertanian, terutama produksi beras. Beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam bahkan belajar dari Indonesia dalam berbagai aspek pertanian.
Mereka tidak hanya mempelajari teknik bercocok tanam, tetapi juga cara Indonesia mengatur stok dan harga beras. Bahkan, beberapa negara ini mengadopsi model yang mirip dengan Bulog di Indonesia untuk menjaga stabilitas harga beras.
Upaya negara-negara tetangga untuk mandiri dalam produksi pangan setelah belajar dari Indonesia telah berhasil. Vietnam kini menjadi produsen beras terbesar ke-5 di dunia, diikuti oleh Thailand. Sedangkan India menempati posisi kedua dengan produksi beras yang besar.
Ironisnya, ketiga negara ini bahkan berhasil mengekspor beras ke Indonesia, meskipun Indonesia memiliki produksi beras yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena kebutuhan beras di Indonesia sangat besar karena jumlah penduduknya yang banyak.
Kebijakan pertanian Indonesia saat itu lebih maju daripada negara-negara tetangga. Namun, situasinya sekarang telah berubah, dan negara-negara tetangga lebih berhasil dalam mengelola pertanian mereka.
Selain itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga mengingatkan bahwa India telah mengadopsi kebijakan yang mirip dengan cara Indonesia mengelola pangan, terutama dalam hal subsidi kepada petani dan pengaturan pupuk.
Dikatakan oleh Lemhannas, pada masa Presiden Soeharto, ada kebijakan yang disebut “Pelita” yang fokusnya adalah untuk menciptakan harga pangan yang stabil dan memenuhi kebutuhan makanan. Pada tahun 1973, Presiden Soeharto mendukung pendirian Serikat Petani Indonesia dan mengumumkan “revolusi hijau” untuk mencapai kemandirian dalam produksi beras.
Pada periode ini, pemerintah sangat mendukung masalah pertanian. Hasilnya, pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada makanan, terutama dalam produksi beras. Namun, setelah itu, fokus kebijakan berubah ke sektor industri karena dorongan untuk mencapai industrialisasi. Akibatnya, pencapaian swasembada tersebut tidak berlanjut di tahun-tahun berikutnya.