VIRAL! Malaysia Mengajak China dalam Konflik Perdagangan Sawit dengan Eropa

SULUTVIRAL.COM – Malaysia akan meningkatkan ekspor minyak sawitnya ke China sebanyak 500.000 ton setiap tahun sebagai tanggapan terhadap tekanan yang dihadapi akibat pemberlakuan Undang-Undang Anti Deforestasi oleh Uni Eropa (UE). Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Fadillah Yusof, mengungkapkan bahwa Malaysia sedang meningkatkan ekspor ke China, yang merupakan salah satu importir utama minyak sawit Malaysia. Pada tahun 2022, China telah mengimpor sekitar 3,14 juta ton minyak sawit dan produk sawit dari Malaysia.

Fadillah Yusof juga menyebut bahwa volume ekspor tersebut akan meningkat pada akhir tahun ini atau awal tahun depan dengan penambahan pembelian sebanyak 500.000 ton minyak sawit oleh China. Penambahan ini merupakan hasil dari kesepakatan antara perusahaan minyak sawit Malaysia, Sime Darby Oils International, dengan Guangxi Beibu Gulf International Port Group yang dimiliki oleh pemerintah China.

Ia menyatakan bahwa peningkatan ini akan membantu Malaysia dalam menghadapi pembatasan yang diberlakukan oleh UE, karena China membeli produk turunan minyak sawit yang memiliki nilai tambah tinggi yang diproduksi di Malaysia.

Meskipun demikian, Fadillah Yusof menegaskan bahwa Malaysia tidak berniat untuk meninggalkan hubungan dagang dengan UE, yang merupakan importir minyak sawit Malaysia terbesar kedua setelah India. Ia menjelaskan bahwa ekspor minyak sawit Malaysia ke China diperkirakan mencapai 3,2 juta metrik ton pada tahun 2023.

Sebagai latar belakang, UE telah mengesahkan Undang-Undang Deforestasi pada Desember 2022, yang bertujuan untuk menghentikan penjualan komoditas seperti minyak sawit yang terkait dengan deforestasi. Undang-undang ini memungkinkan UE untuk memberlakukan sanksi terhadap perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan tersebut.

Minyak sawit telah menjadi perhatian utama karena dampaknya terhadap kerusakan hutan hujan di Malaysia dan Indonesia, yang merupakan produsen utama global. Aturan UE ini telah menuai kontroversi di negara-negara produsen seperti Malaysia dan Indonesia yang memprotesnya.

Pemerintah Malaysia dan Indonesia telah melakukan lobi di Brussel terkait peraturan ini, yang akan berlaku secara penuh setelah 18 bulan untuk memberikan waktu kepada produsen untuk mematuhi ketentuan tersebut.