SULUTVIRAL.COM – Meskipun terjadi perlambatan ekonomi di China, negara ini tetap meningkatkan impor barang dari Indonesia. Peningkatan ini tercermin dalam kinerja ekspor Indonesia ke China, yang mengalami peningkatan bulanan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia ke China untuk komoditas non-migas mengalami peningkatan sebesar 9,36% pada bulan Agustus 2023. Nilai ekspor tersebut meningkat dari US$ 4,92 miliar pada bulan sebelumnya menjadi US$ 5,38 miliar. Namun, jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, terjadi penurunan sebesar 12,69%, dengan ekspor pada bulan Agustus 2023 senilai US$ 6,16 miliar.
“Jadi, jika kita melihat nilai ekspor komoditas non-migas ke Tiongkok, terjadi peningkatan sebesar 9,36% secara bulanan,” kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers di kantornya.
Peningkatan ekspor komoditas utama ke China pada bulan Agustus 2023 dipengaruhi oleh produk lemak dan minyak hewani atau nabati (HS 15), besi dan baja (HS 72), serta bahan bakar mineral (HS 27).
Amalia menyatakan bahwa produk lemak dan minyak hewani atau nabati (HS 15) selalu menjadi komoditas utama yang diekspor ke China, diikuti oleh besi dan baja (HS 72) yang juga mengalami peningkatan sebesar 7,59%.
Dia menjelaskan bahwa kinerja ekspor yang tetap solid ke China disebabkan oleh fakta bahwa perekonomian China, meskipun mengalami perlambatan, tidak sampai pada tingkat kontraksi. Oleh karena itu, permintaan di China masih cukup baik, yang mendukung kinerja perdagangan internasional.
“Meskipun ada potensi perlambatan ekonomi di China, permintaan masih positif. Ini berarti permintaan dari pasar tersebut masih ada karena ekonominya tidak mengalami kontraksi,” jelas Amalia.
“Oleh karena itu, China, sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia yang masih tumbuh positif, akan tetap memiliki permintaan, seperti yang tercermin dalam angka ekspor kita,” tambahnya.
Sebagai tambahan, ekonomi China berisiko untuk tidak mencapai target pertumbuhan tahunan sebesar 5% karena menghadapi tantangan seperti penurunan sektor properti, konsumsi yang lemah, dan pertumbuhan kredit yang melambat. Hal ini menyebabkan para analis menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China untuk tahun ini.
Laporan tentang pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik China menunjukkan bahwa ekonomi China hanya tumbuh sebesar 0,8% dari bulan April hingga Juni 2023 jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi China mencapai 6,3%.
Data ini mengindikasikan bahwa ekonomi China masih menghadapi tantangan dalam pemulihan pascapandemi Covid-19. Selama dekade 2010-2019, pertumbuhan ekonomi rata-rata China selalu berada di atas 7%, meskipun mulai tahun 2012 terjadi tren penurunan, dan ekonomi tidak pernah mencapai pertumbuhan dua digit seperti pada dekade sebelumnya.