SULUTVIRAL.COM – Pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie, tentang usulannya untuk mengenakan pajak pada sektor judi online menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk warganet dan beberapa pakar. Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), menganggap bahwa mengenakan pajak pada judi online seolah-olah menyamakan perjudian dengan aktivitas yang sah, seperti bisnis yang dikenakan pajak. Bhima menjelaskan hal ini dengan perbandingan yang kuat, bahwa ini seakan-akan negara ikut serta dalam perjudian, mirip dengan negara yang menjual narkoba namun memungut pajak darinya. Menurut Bhima, tidak ada perbedaan antara keduanya.
Selain itu, reaksi dari warganet juga menyuarakan pandangan bahwa pernyataan Menteri Budi Arie mungkin tidak sepenuhnya memahami bahaya yang terkait dengan judi online dalam masyarakat. Mereka menunjukkan bahwa kecanduan judi online dapat menyebabkan tindakan kriminal, seperti pencurian dan bahkan pembunuhan. Dengan demikian, usulan untuk memungut pajak pada judi online dianggap kontroversial dan mengundang perdebatan yang kuat.
Alasan Menkominfo Ingin Mengenakan Pajak pada Judi Online
Menkominfo, Budi Arie, ingin mengenakan pajak pada judi online karena melihatnya sebagai salah satu bentuk kejahatan trans-nasional. Ia mengungkapkan ini dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR. Judi online sering dioperasikan dari server yang berada di luar negeri, seperti Kamboja dan Filipina. Meskipun demikian, Budi Arie menegaskan bahwa pihaknya akan sungguh-sungguh dalam upaya memberantas judi online.
Ada beberapa pihak yang mengusulkan agar judi online dipajaki, dan Budi Arie mempertimbangkannya setelah berdiskusi dengan mereka. Alasannya, agar uang dari transaksi judi online tetap berada di dalam negeri, mengingat bahwa hanya Indonesia di ASEAN yang belum melegalkan perjudian.
Menurut Budi Arie, jumlah uang yang keluar dari Indonesia akibat transaksi judi online mencapai Rp150 triliun, dan angka ini terus bertambah setiap tahunnya. Oleh karena itu, usulan untuk memajaki judi online muncul sebagai upaya untuk mencegah kerugian bagi negara dan juga untuk melindungi anak-anak.
Namun, Budi Arie juga mencurigai adanya kelompok di negara lain yang memanfaatkan kampanye anti-judi di Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri. Ia mengingatkan agar kita sebagai bangsa harus realistis dalam menghadapi masalah ini.
Apakah Pungutan Pajak dari Judi Online Merupakan Solusi yang Tepat?
Ekonom yang juga Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa mengenakan pajak pada judi online atau bahkan melegalkan perjudian seperti yang diusulkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie bukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah judi online ilegal.
Menurutnya, judi online ilegal akan tetap ada, dan orang-orang dengan penghasilan rendah cenderung beralih ke judi online ilegal karena mereka tidak akan dikenai pajak. Bagi Bhima, usulan Menteri Budi Arie adalah tanda ketidakmampuan dalam menangani masalah judi online, meskipun telah diblokir 840.000 situs judi online, namun masalahnya masih terus muncul.
Bhima menjelaskan bahwa keberadaan server judi online di luar negeri, seperti di Kamboja dan Filipina, membuat penanganan oleh polisi menjadi sulit. Hingga saat ini, polisi hanya bisa menangkap sejumlah kecil orang, termasuk bandar, pemain, dan pengelola situs.
Menurut Bhima, untuk menangani judi online yang telah menjadi kejahatan lintas negara, Indonesia harus bekerja sama dengan negara lain, seperti bergabung dalam organisasi internasional seperti FATF (Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing), yang fokus pada kejahatan keuangan, seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, dan aktivitas kriminal lintas negara.
Bergabung dengan FATF akan memungkinkan Indonesia untuk melacak asal-usul uang dari judi online yang mengalir ke luar negeri. Bhima juga menekankan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara anggota G-20 yang belum menjadi anggota FATF, dan hal ini merupakan peluang yang terlewatkan. Dengan bergabung dalam organisasi tersebut, Indonesia dapat lebih efektif dalam menindak kegiatan judi online ilegal yang merugikan negara.
Keuntungan dan Kerugian Legalisasi Judi Online
Bhima Yudhistira berpendapat bahwa tidak ada keuntungan dalam melegalkan perjudian atau judi online. Bagi mereka yang berada dalam kategori masyarakat ekonomi rendah, judi online hanya mengakibatkan peningkatan tindak kriminal, penurunan produktivitas, dan akhirnya terjebak dalam praktik pinjaman online ilegal.
Dia menjelaskan bahwa ketika seseorang menjadi kecanduan judi online, mereka cenderung mempertaruhkan seluruh aset keuangannya tanpa menyisakan apa pun. Ketika uangnya habis, orang tersebut kemudian berupaya melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan judi mereka, seperti meminjam uang melalui layanan pinjaman online. Namun, karena seringkali terus menderita kerugian dalam judi, mereka akhirnya kesulitan membayar utang pinjaman online, yang pada akhirnya dapat menyebabkan masalah kredit macet.
Bhima juga mencatat bahwa modus operandi pinjaman online ilegal dan judi online memiliki kesamaan. Contohnya, judi online mengirimkan tautan aplikasi secara acak dan besar-besaran ke ribuan nomor telepon dengan harapan mendapatkan korban yang merespons dan ikut berjudi. Sementara itu, pinjaman online ilegal dengan sengaja mengirimkan penawaran pinjaman ke ribuan nomor telepon pribadi.
Selain masalah utang, Bhima juga mengungkapkan bahwa judi online dapat memicu berbagai tindakan kriminal, mulai dari pencurian hingga pembunuhan. Dia mencatat beberapa kasus tragis, seperti pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang yang terjebak dalam utang akibat judi online. Hal ini menunjukkan bahwa dampak negatif judi online tidak hanya terbatas pada kerugian finansial, tetapi juga mencakup aspek sosial dan keamanan.
Bagaimana Tanggapan Warganet?
Beberapa warganet mengkritik pernyataan Menkominfo Budi Arie yang mengusulkan pungutan pajak dari industri judi online, dengan mengatakan bahwa ia tampaknya tidak memahami risiko dan bahayanya di masyarakat. Sebagai contoh, akun @Heraloebss menyatakan bahwa melegalkan judi online dianggap sebagai upaya untuk merusak generasi muda dan secara perlahan membahayakan orang-orang dengan tingkat ekonomi yang lebih rendah.
Selanjutnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, juga menentang gagasan pajak untuk judi online.
Akun @wdtu juga menyatakan bahwa akhirnya pajak yang dikenakan pada judi online hanya akan merugikan ekonomi masyarakat.
Apakah Indonesia Pernah Melegalkan Perjudian?
Dalam kerangka hukum pidana di Indonesia, perjudian dianggap sebagai tindakan melanggar hukum dan dilarang. Pelaku perjudian dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal empat tahun atau denda maksimal Rp10 juta.
Khusus untuk perjudian online, diatur dalam Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 2 UU ITE, dan pelaku yang sengaja menyebarkan atau membuat judi online dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal enam tahun atau denda hingga Rp1 miliar.
Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia pernah melegalkan jenis perjudian tertentu, yaitu SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah), yang berbentuk lotre dengan hadiah setara dengan 2-3 kilogram beras. Pendapatan dari lotre SDSB digunakan untuk pembangunan stadion olahraga. Namun, keputusan ini memicu kontroversi dan protes dari berbagai pihak karena dampaknya pada masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat tertarik dengan judi tersebut. Oleh karena itu, judi SDSB akhirnya dihentikan pada tahun 1993.
Di banyak negara, seperti Vietnam, praktik perjudian yang dilegalkan biasanya berupa lotre. Namun, jenis perjudian seperti judi slot, yang populer di Indonesia, tetap dilarang.